Kamis, 15 Oktober 2015

PENERAPAN GREEN ARCHITECTURE DI INDONESIA


www.arsitektur.widyakartika.ac.id
 

GREEN ARCHITECTURE

http://www.ecofriend.com/wp-content/uploads/2012/07/green_architecture_6uh4q.jpgGreen Architecture atau disebut juga Arsitektur Hijau. Green arsitektur adalah sebuah bangunan yang sedikit atau minim mengkonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta sedikit atau minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Arsitektur hijau adalah suatu perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensi suatu bangunan di muka bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan di mana mereka didirikan. Pembangunan Berkelanjutan (sustaineble development) adalah salah satu gagasan dan konsep sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia masa kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
salah satu alasan tercetusnya gagasan dan konsep keberlanjutan terkait dengan aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi, ekonomi, sosial, budaya, dan kelembagaan. Diharapkan penerapan arsitektur hijau akan memberi peluang besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasi arsitektur hijau pada suatu bangunan akan menciptakan arsitektur yang berkelanjutan.

Arsitektur hijau yang berkelanjutan meliputi di antaranya lansekap, interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan. Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. misalnya, dalam perhitungan kasar, jika luas rumah adalah 100 meter persegi, dengan pemakaian lahan untuk bangunan adalah 60 meter persegi, maka sisa 40 meter persegi lahan hijau, komposisinya adalah 60:40. Selain itu membuat atap dan dinding menjadi konsep roof garden dan green wall. Dinding yang diharapkan bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Selain itu, tujuan pokok arsitektur hijau adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami yang mengarah pada pembangunan berkelanjutan. Selain itu, arsitektur hijau diterapkan dengan harapan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Arsitektur hijau juga dapat direncanakan melalui tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan.



http://tessant.wpengine.netdna-cdn.com/wp-content/uploads/2013/06/green-architecture.jpg

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

a.     Gedung yang Berkelanjutan
Gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Selama daur hidupnya gedung membutuhkan energi, air dan material serta menhasilkan limbah padat, cair maupun gas. Tentunya kedua hal tersebut memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Gedung yang ramah lingkungan adalah gedung yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut dengan tetap memperhatikan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan penghuninya.
            Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi tahap pembangunan, tahap pemanfaatan, tahap pemeliharaan, dan tahap pembongkaran. Setiap tahapan membutuhkan pendekatan yang berbeda agar kinerjanya sejalan dengan konsep ramah lingkungan. Jangka waktu yang paling panjang dari keempat tahapan tersebut adalah tahap pemanfaaatan dan pemeliharaan yang keduanya berjalan paralel. Namun, tahap pembangunan merupakan tahap yang paling penting dalam menentukan kinerja gedung adalah pada tahap selanjutnya yaitu pemanfaatan,  pemeliharaan, dan pembongkaran.




Dalam tahap pembangunan, terdiri dari beberapa sub tahapan diantaranya:
1.     Sub tahap pemeliharaan dan analisis tapak
2.     Sub tahap desain dan perencanaan
3.     Sub tahap konstruksi
4.     Sub tahap pasca konstruksi
Dalam lingkup gedung baru, penekanan tahap pembangunan terletak pada tahap desain dan perencanaan serta tahap konstruksi. Dengan kata lain untuk mewujudkan pembanguan gedung yang berkelanjutan, diperlukan desain, perencanaan dan konstruksi yang berkelanjutan.

b.     Desain yang Berkelanjutan
Dalam proses pembangunan sebuah gedung, desain memiliki kedudukan yang
krusial. Peran desain adalah sebagai media untuk menerjemahkan dan mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan pemilik gedung kepada para tenaga pembangun. Dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan pada proses desain gedung konvensional hanya terbatas pada aspek biaya, aspek waktu dan aspek kualitas. Dalam menerapkan ide keberlanjutan dalam desain bangunan gedung adalah dengan menambah aspek ekologi dan aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan manusia sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan keputusan.
 
Ilustrasi Aspek Konservasi vs Aspek Keberlanjutan

            Untuk mencapai keberlanjutan dalam seluruh daur hidup gedung yang meliputi tahap perencanaan, tahap operasional dan pemeliharaan serta tahap pembongkaran, diperlukan desain yang terintergrasi. Integrasi yang dimaksud adalah melakukan elaborasi antar berbagai disiplin keahlian sehingga terwujud manfaat yang sinergis untuk mencapai kinerja gedung yang tinggi.
            Dalam melakukan ataupun memutuskan proses desain konvensional diperlukan kolaborasi antara disiplin, keinginan dan keahlian dibutuhkan. Kolaborasi antara disiplin, keinginan dan keahlian dalam desain perencanaan tentunya juga berlaku untuk keahlian lain seperti ahli struktur, ahli lansekap, ahli akustik, dan ahli lainnya terkait dengan proses pembangunan gedung. Semakin tinggi usaha yang dilakukan dalam berkolaborasi pada tahap desain, semakin tinggi kesempatan dalam meningkatkan derajat keberlanjutan gedung. Dibanding dengan proses desain dan perencanaan yang konvensional, proses desain dan perencanaan yang terintegrasi memiliki pendekatan yang lebih holistic.

c.      Konstruksi yang Berkelanjutan
Tahap desain dan perencanaan merupakan gambaran secara detail gedung beserta
prasarana dan sarananya saat telah dibangun yang disajikan dalam sebuah dokumen. Untuk mewujudkan desain dan perencanaan tersebut, maka dokumen perencanaan perlu diajukan kepada pemerintah daerah setempat untuk proses perijinan. Bila dokumen tersebut mendapatkan ijin untuk dibangun, maka tahapan penting selanjutnya dalam tahap pembangunan gedung adalah konstruksi. Pada tahap ini, kontraktor bersama para sub kontraktor memiliki peran penting dalam menterjemahkan apa yang ada dalam dokumen perencanaan tersebut. Tentunya pemahaman tentang aspek ramah lingkungan tidak berhenti hanya pada arsitek maupun tim ahli perencanaan lainnya. Namun, konsep ramah lingkungan juga harus diimplementasikan ke dalam aktivitas konstruksinya.
            Walau dalam dokumen perencanaan telah memasukan aspek ramah lingkungan, dampak lingkungan baik secara langsung maupun tak langsung dihasilkan secara riil pada area proyek dan sekitarnya. Terlebih lagi, seringkali dalam tahap pelaksanaan atau konstribusi terdapat kompromi terhadap misi konservasi.
            Untuk mengatasi atau mengurangi dampak lingkungan tersebut, peran kontraktor sangat penting dalam melakukan implementasi konsep ramah lingkunngan dalam aktivitas konstruksi. Untuk mewujudkan aktivitas konstruksi yang ramah lingkungan, kontraktor diharapkan melakukan beberapa langkah, diantaranya:
1.     Memiliki komitmen yang kuat dalam memasukan aspek ramah lingkungan ke dalam visi dan misi usahanya
2.     Membuat kebijakan dan regulasi yang tepat dalam rangka melakukan efisieni sumber daya, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan yang dilakukan dengan tetap memperhatikan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan pekerjaan maupun pengguna gedung
3.     Memiliki POS yang memasukan aspek lingkungan sebagai langkah yang lebih implementatif dalam melakukan setiap aktivitas konstruksi bagi para pekerja
4.     Memiliki aktivitas yang meningkatkan kesadaran dan kapasitas para pekerja dan sub kontraktor baik berupa kampanye maupun pelatihan yang dilakukan secara berkesinambungan
Aspek keberlanjutan tersebut dilakukan dengan pendekatan melalui tiga hal, yaitu:
1.     Efisiensi Sumber Daya, diantaranya:
·       Optimalisai penggunaan material bekas baik dari dalam maupun luar lokasi proyek
·       Penggunaan material yang berasal dari proses daur ulang
·       Penggunaan material lokal dari aspek bahan baku utama dan proses produsinya
·       Penghematan penggunaan listrik untuk kebutuhan konstruksi, misalnya optimalisasi pencahayaan alami dalam direksi keet
·       Penghematan konsumsi air, misalnya dengan pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan aktivitas konstruksi
2.     Minimalisasi Dampak Negatif, diantaranya:
·       Perlindungan vegetasi yang dianggap memiliki nilai ekologi, nilai historis maupun nilai estetika
·       Pengolahan limbah cair terutama air tanah yang keluar dari proses penggalian
·       Pengolahan sampah terpisah dengan bekerjasama dengan pihak ketiga agar dapat dimanfaatkan kembali (recycle)
·       Perencanaan dalam melakukan mitigasi debu, asap, bau serta dampak lingkungan lainnya
·       Pengurangan sampah ke TPA yangberasal dari kemas material atau produk melalui kerjasama dengan vendor maupun pihak ketiga lainnya
·       Pengendalian erosi tanah
3.     Kesehatan dan Keselamatan Manusia, diantaranya:
·       Perlengkapan kerja seperti pakaian dan pelindung yang layak untuk pekerja
·       System penyimpanan materian yang terorganisir
·       Perlindungan kualitas udara dalam ruang saat konstruksi
·       System sanitasi yang layak untuk pekerja

d.     Greenship
Greenship merupakan system penilaian yang digunakan sebagai alat bantu bagi para pelaku industry bangunan, baik pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrik, desainer interior, teknisi bangunan, arsitek lansekap, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh khalayak umum. Selain itu sistem penilaian ini merupakan bentuk dari salah satu upaya untuk menjembatani konsep rumah ramah lingkungan dan prinsip berkelanjutan dengan praktik – praktik yang terjadi secara empiric. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terwujudnya suatu konsep bangunan hijau atau ramah lingkungan (green building) sejak tahap perncanaan, pelaksanaan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan. Sistem penilaiannya dikelompokkan berdasarkan enam kategori, yaitu:
1.     Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development – ASD)
2.     Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation – EEC)
3.     Konsevasi Air (Water Consevatio – WAC)
4.     Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle – MRC)
5.     Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (indoor Health and Comfort – IHC)
6.     Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management – BEM)

Diharapkan dengan adanya perangkat penilaian ini akan terjadi transformasi di
industri bangunan agar praktik – praktik ramah lingkungan dapat diterapkan di Indonesia. Kriteria penilaian GREENSHIP bukan merupakan penemuan baru melainkan kumpulan dan pengelompokan dari prakik – praktik terbaik di industri bangunan yang kemudian diidentifikasi oleh GBC Indonesia.

e.     Dasar Penyusunan GREENSHIP
Dalam penyusun perangkat penilaian GREENSHIP, terhadap dasar – dasar yang
menjadi acuan, yaitu:
1.     Sederhana (simple)
2.     Dapat dan mudah diimplementasi (applicable)
3.     Teknologi tersedia (available)
4.     Menggunakan kriteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standar local baku seperti UUD 1945, undang – undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan daerah, peraturan menteri, keputusan menteri, dan standar nasional Indonesia (local content)
5.     Biaya investasi relative rendah (low investment)

Perangkat penilaian ini juga berfungsi sebagai media pembelajaran bagi industri
bangunan di Indonesia. dari masa ke masa, para pelaku industri bangunan gedung diharapkan akan memiliki kemampuan yang semakin meningkat dalam mewujudkan atau mendukung perwujudan gedung ramah lingkungan dalam standar GREENSHIP. Pada masa itu tercapai, standar GREENSHIP akan ikut meningkat agar kompetisi dalam rangka mewujudkan ramah lingkungan juga meningkatkan sehingga kinerja gedung ramah lingkungan di Indonesia dapat semakin bersaing di dunia Internasional. Namun, hal yang lebih utama adalah, peningkatan bobot kinerja gedung yang ramah lingkungan tersebut diharapkan dapat mengurangi beban bumi terhadap kemampuan daya dukungnya untuk perwujudan lingkungan binaan.

f.      GREENSHIP Gedung Baru (New Building – NB)
Sasaran yang dituju dari GREENSHIP NB adalah pemilik gedung yang umumnya
dipresentasikan oleh tim perencana dan tim pelaksana dalam melakukan aktivitas perencanaan dan konstruksi gedung tersebut. Berikut ini merupakan jenis proyek yang dapat masuk ke dalam proses sertifikasi GREENSHIP NB, yaitu:
1.     Terdapat pada lahan kosong dan merupakan gedung baru
2.     Terdapat pada lahan yang telah dibangun dan terdapat aktivitas renovasi sebesar minimal 90% bobot pekerjaan mekanikal elektrikal atau pekerjaan struktur
3.     Terdapat pada lahan dalam suatu kawasan terpadu dan merupakan gedung baru

Lingkup penilaian dalam GREENSHIP NB adalah tahap pembangunan.

g.     Alasan untuk Pembangunan Berkelanjutan
Sebuah bangunan biasanya menggunakan sumber daya selama hidupnya untuk
mempertahankan kenyamanan bagi penghuninya, melalui panas dan energi dingin, pencahayaan, listrik, gas alam, dan sumber energi lainnya. Bangunan yang berkelanjutan dan hijau desain mempekerjakan strategi untuk mengurangi kolektif dampak lingkungan negatif selama seluruh hidup bangunan, dari pertambangan bahan baku, untuk produksi komponen bangunan, konstruksi, pemeliharaan, dan pembuangan tahap.
Praktisi bangunan berkelanjutan sering mencari untuk mencapai ekologi tetapi
juga estetika harmoni antara struktur dan sekitarnya alam dan lingkungan buatan. Estetika tidak perlu menderita melalui desain yang berkelanjutan. Penampilan dan gaya desain yang berkelanjutan dapat membawa ke depan estetika baru dan ide baru apa yang indah. Desain berkelanjutan dan bangunan hijau menekankan mengambil keuntungan dari sumber daya terbarukan, misalnya menggunakan sinar matahari melalui teknik surya pasif dan aktif, menggunakan tanaman dan pohon melalui atap hijau, atau menambahkan taman hujan untuk meminimalkan run-off.
Desainer dapat menggunakan pengetahuan mereka untuk menggambarkan ke
masyarakat bahwa ada banyak kemungkinan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil berharga dan meningkatkan penggunaan dari sumber daya terbarukan. Untuk menyimpulkan, mengapa keberlanjutan suatu keharusan untuk Desain arsitektural? yaitu:
1.     nyaman bagi pengguna;
2.     menggunakan lebih sedikit sumber daya yang tidak terbarukan;
3.     bisa lebih murah, terutama dalam jangka panjang;
4.     bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan;
5.     mengurangi emisi CO2 dan pemanasan global.

h.     Ringkasan
Banyak masalah lingkungan seperti emisi CO2, kelangkaan air, pertumbuhan
penduduk, sampah, dan polusi yang kemampuan planet kita untuk mengimbangi kami
permintaan untuk sumber daya. Untuk kita sendiri kesejahteraan serta
seperti yang makhluk hidup lainnya, kita harus bekerja untuk membawa menyeimbangkan dengan kegiatan kami di planet ini. Sejak arsitektur adalah bagian besar dari saluran ini pada sumber daya dan juga
memberikan kontribusi hampir setengah dari emisi gas rumah kaca di North
Amerika, desainer memiliki keharusan untuk memperbaiki beberapa dari kesalahan melalui desain bangunan yang berkelanjutan.



v  PENERAPAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN
  • Dalam efisiensi penggunaan energi :
    • Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
    • Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air conditioner).
    • Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
  • Dalam efisiensi penggunaan lahan :
    • Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
    • Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dsb.
    • Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan. 
  • Dalam efisiensi penggunaan material :
    • Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
    • Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
  • Dalam penggunaan teknologi dan material baru :
    • Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
    • Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bamboo.
    • Pemanfaatan teknologi hemat energi. Contoh: lampu dengan sensor, kloset dengan double flush (flush besar untuk air besar dan flush kecil untuk air kecil - sehingga menghemat pengeluaran air), wastafel dengan sistem sensor / tekan – sehingga menghemat air.
  • Dalam manajemen limbah :
    • Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
    • Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.
v  SUSTAINABLE CONSTRUCTION ASSESSMENT TOOLS (SCAT)

SCAT merupakan alat bantu untuk mengukur dan memberi penilaian apakah sebuah bangunan cukup sustainable atau tidak. Software ini dikembangkan oleh Departemen Sustainable Construction PT Holcim Indonesia Tbk.
Ada 3 indikator utama yang diangkat menjadi isu utama alat bantu ini. Tiap indikator utama tersebut membawahi beberapa sub-point kriteria yang harus diberi penilaian secara kuantitatif.
  • Indikator sosial meliputi:
    • Kenyamanan pengguna bangunan
    • Akses dalam bangunan
    • Kemudahan akses menuju lokasi bangunan
    • Partisipasi dan kontrol
    • Segala hal yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan keselamatan
  •  Indikator ekonomi meliputi:
    • Pendayagunaan komponen lokal demi memajukan pendapatan lokal
    • Efisiensi bangunan
    • Fleksibilitas dalam tata ruang dalam dan luar bangunan
    • Biaya – biaya yang keluar sejak proyek bangunan akan dimulai
    • Alokasi total dana yang dipakai untuk membangun
  • Indikator Lingkungan meliputi:
    • Penggunaan air
    • Penggunaan energi
    • Pengolahan limbah
    • Pemilihan material dan komponen bahan
    • Situasi site
 http://www.manilaspeak.com/wp-content/uploads/2014/08/green-architecture.jpg

ARSITEKTUR HIJAU DIRUMAH


Green Architecture bisa diterapkan dirumah kita. Rumah dan taman mensyaratkan hemat bahan efisien, praktis, ringan, tapi kokoh dan berteknologi tinggi, tanpa mengurangi kualitas bangunan. Arsitektur hijau mensyaratkan dekorasi dan perabotan tidak berlebihan, saniter lebih baik, dapur bersih, desain hemat energi, kemudahan air bersih, luas dan jumlah ruang sesuai kebutuhan, bahan bangunan berkualitas dan konstruksi lebih kuat, serta saluran air bersih.
Penempatan jendela, pintu, dan skylight yang tepat bertujuan agar masuknya cahaya dan udara secara tepat, bersilangan, dan optimal pada seluruh ruangan. Keberadaan tanaman hidup di ruang dalam atau di taman berguna menjaga kestabilan suhu udara di dalam tetap segar dan sejuk.
Pada rumah dua lantai optimalisasi void menciptakan sirkulasi pengudaraan dan pencahayaan alami yang sangat membantu dalam penghematan energi. Desain void yang tepat dapat mengurangi ketergantungan penerangan lampu listrik terutama di pagi hingga sore hari dan pemakaian kipas angin atau pendingin udara (AC) yang berlebihan. Perpaduan antara bangunan dan taman dalam konsep arsitektur hijau memiliki banyak keuntungan bagi rumah itu sendiri, lingkungan sekitar, dan skala kota secara keseluruhan. Rumah sehat memiliki sistem terbuka. Maka, setiap rumah yang dibangun berdasarkan konsep arsitektur hijau dapat mengurangi krisis energi.



Penjabaran prinsi-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future:

1. Conserving Energy (Hemat Energi)
Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
  • Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan alami di siang hari hingga sore hari sehingga mengoptimalkan penghematan energi listrik.
  • Memanfaatkan energy sinar matahari dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk memaksimalkan sinar matahari.
  • Memasang titik lampu sesuai kebutuhan dan tepat, menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya yang dibutuhkan saja.
  • Menggunakan kaca anti UV pada jendela sehingga secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
  • Mengecat interior bangunan dengan warna cerah atau terang tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya. Sehingga tidak perlu pencahayaan yang terlalu terang.
  • Bangunan tidak menggunakan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
  • Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture bangunan diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungan sekitarnya ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
  • Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
  • Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
  • Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di area sekitar bangunan.
  • Menggunakan jendela dan atap yang dapat dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan supaya keberadan bangunan dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
  • Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada, diharapkan tidak memakan atau menggunakan lahan terbuka hijau yang baru.
  • Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
  • Menggunakan material lokal dan material ramah lingkungan yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai ketika mendirikan dan menerapkan konsep green architecture di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang sudah ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya atau renovasi mendatang.

6. Holistic
Holistic adalah mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, dalam mendesain atau merancang suatu bangunan diharapkan dapat mengaplikasikan kriteria – kriteria green architecture sebanyak mungkin dengan tetap mempertimbangkan dan memperhatikan secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.